Rabu, 11 Januari 2012

Apa yang Terjadi Kalau Pemimpin Tidak Mau Diajar?

Simson boleh dikata pemimpin yang membuat dirinya tidak memenuhi syarat menjadi pemimpin. Ia begitu berpusat pada diri sendiri, begitu tak berdisiplin, begitu sombong, sehingga tidak mau diajar. Dan itu bisa membuat orang yang paling berbakatpun menjadi tidak efektif sebagai pemimpin.

Apa yang terjadi kalau pemimpin tidak mau diajar?

1. Mereka mengandalkan kekuatan dan pengertian sendiri

Mereka tidak mau meminta nasihat Allah atau orang lain. Pemimpin yang tidak mau diajar hampir selalu putus hubungan dengan Allah serta orang-orangnya.
Simson berulang kali menggunakan kekuatannya untuk mengatasi berbagai kesulitan. Setiap kali ia menghadapi masalah, ia berekasi dengan kekerasan ketimbang membenahi karakternya sendiri. Ketika ia malu pada pesta pernikahannya, ia bunuh tiga puluh orang demi pakaian mereka (Hakim-Hakim 14:19). Ketika bangsa Yehuda menyerahkannya kepada bangsa Filistin - yang merupakan satu-satunya catatan tantang interaksinya dengan bangsanya - ia bunuh seribu orang Filistin (Hakim-Hakim 15:15). Ketika ia tertangkap basah bersama seorang pelacur, ia runtuhkan gerbang kota Gaza (Hakim-Hakim 16:3).
Simson tidak mendengarkan nasehat orangtuanya, kita juga tidak pernah membaca catatan tentang ia mendengarkan nasehat ia dari bangsanya, dan ia tidak meminta bimbingan kepada Allah. Yang lebih parah lagi, Simson tidak pernah mengakui Allah sebagai sumber kekuatannya. Sekalipun dengan jelas dikatakan dalam Kitab Suci bahwa Roh Allahlah sumber kekuatannya, ia tidak mengakuinya. Ia berubah dari orang yang diurapi menjadi orang yang sombong.

2. Mereka tidak belajar dari kesalahan

Kehidupan seseorang naik atau turun tergantung pada bagaimana reaksinya terhadap kegagalan. Silakan Anda telaah kehidupan Simson, maka akan Anda lihat tak ada perbaikan di dalamnya. Kehidupannya menurun.

3. Mereka berekasi ketimbang memimpin

Pemimpin yang baik bersikap proaktif. Namun orang yang tidak mau diajar menghabiskan hampir seluruh waktunya bersikap reaktif. Telaahlah catatan reaktif Simson.

4. Mereka mudah dikalahkan

Orang yang tidak mau diajar selalu kalah pada akhirnya. Bahkan talenta besarpun (seperti talenta Simson) takkan dapat menolong mereka. Pada akhirnya, Delila menipu Simson, dan itulah akhir kepemimpinannya. Ironisnya ketika ia paling mengandalkan kekuatannya dan pengertiannya sendiri, justru ia kalah, dan bersamaan dengan kekalahannya itu, diperolehlah hasil yang paling rusak.

Kekalahan Simson dimulai dengan kelemahan karakternya. Kelemahan karakter itu, yang dibiarkan karena sifatnya yang tidak mau diajar, membawa kepada kemerosotan moral dan dosa yang tak diakui dalam hidupnya. Dan itu membawa kepada kehancurannya. Kalau saja ia pernah dengan rendah hati menjalin hubungan dengan Allah atau meminta bimbingan serta pertanggungan jawab orang lain, siapa tahu, kejadiannya beda.
»»  READ MORE...

Tanda-tanda Pemimpin Bermasalah

Kalau pemimpin mulai menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan terhadapnya, biasanya ia memperlihatkan salah satu atau lebih dari tanda-tanda berikut ini, yang menunjukkan bahwa mereka akan mendapatkan masalah.

1. Mengabaikan kelemahan karakternya

Sedari awal hidupnya, Simson bergumul dengan masalah seksual. Dan karena ia tidak berusaha mengekang hawa nafsunya, ia terus menerus keluar dari batas-batas yang ada. Bukannya menghormati perintah Allah untuk tidak menikahi wanita yang bukan Ibrani, ia malah meminta dinikahkan dengan wanita Filistin karena, seperti katanya, "sebab dia kusukai" (Hakim-Hakim 14:3). Belakangan ia tidur dengan para pelacur. Dan kehancurannya terjadi akibat hubungannya dengan Delila.
Setiap kali seorang pemimpin mengabaikan kelemahan dalam karaternya, ia akan menjadi semakin parah. Dan kelemahannya tersebut akhirnya akan membawanya kepada lingkaran setan yang menuju kepada kehancuran landasan moralnya sebagai pemimpin.

2. Mengandalkan tipu muslihat untuk melindungi diri

Kalau orang main-main dengan ketidak-taatan, seringkali mereka menggunakan tipu muslihat untuk melindungi diri sendiri. Yang pasti demikianlah halnya dengan Simson. Ia suka menggunakan teka-teki untuk menipu orang lain. Dan ketika ia benar-benar melewati garis batas ketaatan dengan berselingkuh dengan Delila, ia terus-menerus berbohong. Tiga kali ia berbohong kepada Delila tentang sumber kekuatannya untuk melindungi diri. Setiap kali seorang pemimpin memutar-balikkan kebenaran dengan cara apapun, itulah tandanya bahwa ia bermasalah.

3. Bertindak menurut kata hati

Berulang kali Simson bertindak menurut kata hatinya. Ia memilih istri secara serampangan. Ia tidak mempertimbangkan ganjaran-ganjaran memberikan teka-teki kepada para tamunya atau memberikan jawabannya kepada istrinya yang orang Filistin itu. Dan lebih dari satu kali ia bertempur mati-matian karena sifatnya yang menurut kata hati. Seorang pemimpin yang tak dapat mengendalikan temperamennya berbahaya bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

4. Menyalahgunakan karunia-karunia yang diberikan Allah

Simson memiliki kekuatan luar biasa dan pengurapan kudus, namun ia tidak mensyukurinya. Malah, ia terkadang menggunakan pengaruhnya untuk main-main demi mnghibur diri sendiri. Setelah ayah mertuanya memberikan istri Simson kepada pendamping Simson sebagai mempelai, Simson mengeksploitasikan apa yang diniatkan Allah untuk digunakan dalam membebaskan umat-Nya, untuk tujuan balas dendam pribadi. Itu mengakibatkan kematian ayah mertua serta puterinya.
Allah memberikan karunia dengan maksud tertentu, dan karunia itu selalu lebih besar daripada orang yang memilikinya. Namun kalau seorang pemimpin menyalah-gunakan karunia serta sumber-sumber daya yang diberikan Allah, pasti akan ada ganjaran yang tidak diinginkan.

5. Dikuasai oleh kelemahan tertentu

Mereka yang membiarkan dosanya akhirnya akan dikuasai oleh dosanya itu. Ketika Simson berjumpa dengan Delila, akhirnya ia kena batunya. Sang penipu ditipu; sang perayu dirayu. Ia main-main dengan Delila, walaupun ia tahu bahwa Delila di pihak musuh. Namun Delila unggul daripadanya, merayunya untuk mengutarakan isi hatinya (Hakim-Hakim 16:18). Itu adalah permainan yang berbahaya, di mana Simson kalah, dan mengakibatkannya kehilangan segalanya.

Ada orang yang menganggap bahwa ketidak-sempurnaannya yang pribadi takkan mendatangkan ganjaran secara publik, pada hal ya. Pemimpin tidak mungkin lolos dari siapa mereka sesungguhnya, dan apa yang mereka perbuat dalam kegelapan, akan ketahuan. Kalau yang diperbuat itu baik, karakternya maupun kepercayaan orang terhadapnya akan meningkat. Kalau buruk, segalanya yang diperbuat menjadi tidak berarti sedemikian rupa sehingga tiada lagi landasan berpijak baginya.
»»  READ MORE...

Saul dan Daud dan Hukum Katup

Penampilan bisa membuat kita kecele. Terkadang kita melihat seseorang dan kita asumsikan ia memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin yang hebat.
Ketika bangsa Israel minta diberikan seorang raja, Allah memberi mereka Saul, dan semua orang berharap Saul menjadi pemimpin yang hebat. Namun mereka melihat penampilannya sementara Allah melihat hatinya. Tidak lama kemudian, Saul, seseorang yang memiliki kuasa serta potensi, mendiskreditkan dirinya sendiri serta kepemimpinannya, dan Allah memilih seorang pemimpin baru untuk menggantikannya. Allah memilih Daud, orang pilihan-Nya.

Dua Raja Dengan Katup Kepemimpinan Yang Berbeda.

Mengapakah Saul gagal sebagai raja Israel sementara Daud, yang tampaknya lebih lemah, malah sukses? Jawabannya terdapat dalam hukum katup. Kemampuan memimpin menentukan tingkat keefektivan seseorang. Sementara Daud berusaha menjadi pemimpin yang lebih baik dan mengalami banyak pengalaman yang membuka katupnya, sikap Saul justru membuat katup kepemimpinannya tertutup rapat.
Perhatikanlah jalan serupa yang mereka lalui:

1. Keduanya sama-sama mendapat nasehat dari orang-orang kudus.

Pengurapan serta kesempatan yang diberikan kepada Saul dan Daud sungguh serupa. Keduanya diurapi oleh Samuel, hakim trakhir dari bangsa Ibrani. Dan keduanya sama-sama menerima manfaat nasihat kudus - Saul menerimanya dari Samuel, dan Daud menerimanya dari Samuel dan belakangan dari nabi Natan. Namun lihatlah betapa bedanya pemerintahan mereka sebagai raja.
Saul tidak pernah benar-benar memahami sifat kepemimpinan. Ketika ia diurapi menjadi raja, ia malah bersembunyi dari rakyatnya.
Daud sebaliknya, memanfaatkan peluang untuk bertumbuh dalam kepemimpinan. Ia belajar menjadi pahlawan. Ia bangun pasukan yang kuat dan ia taklukkan musuh-musuhnya.

2. Keduanya sama-sama menghadapi tantangan besar

Setiap pemimpin menghadapi hambatan, ujian dan cobaan. Saul dan Daud terkadang menghadapi tantangan yang sama. Umpamanya, Goliat. Ketika orang Filistin yang raksasa itu menantang bangsa Israel, baik Saul maupun Daud sama-sama mendengar soal tantangan itu. Saul, pahlawan Israel yang paling hebat, yang sesungguhnya harus menghadapi sang raksasa dalam pertempuran, bersikap reaktif dengan bersembunyi ketakutan. Sementara Daud, yang ketika itu masih remaja, malah antusias menghadapi tantangan tersebut dan memenangkan kehormatan dari Allah.

3. Keduanya sama-sama memiliki pilihan untuk berubah dan bertumbuh

Rekasi keduanya yang sangat berbeda ketika menghadapi tantangan sungguh mencirikan perbedaan di antara Saul dan Daud. Ketika Saul secara keras kepala mempersembahkan korban bakaran kepada Allah, Samuel menegornya. Kitab Suci tidak menceritakan bagaimana kelanjutannya.
Sebaliknya, reaksi Daud terhadap dosanya, sangat berbeda. Setelah berselingkuh dengan Batsyeba serta mengutus suami Batsyeba menuju ajalnya, Natan menegor Daud, dan raja ini dengan penuh kesedihan bertobat.

Interaksi Daud dengan Natan mencerminkan sikapnya. Ia tidak pernah takut mengakui kelemahan-kelemahannya, memohon ampun dan berkat kepada Allah, serta memperbaiki diri. Inilah alasannya mengapa katup kepemimpinannya terus terbuka semakin tinggi.

Kita semua bisa belajar dari Daud. Kalau kita ingin mencapai potensi kita dan menjadi orang seperti yang dikehendaki Allah, kita perlu membuka katup ini tinggi-tinggi. Itulah satu-satunya jalan untuk menuju ke tingkatan selanjutnya.

Penulis: John C. Maxwell
Buku: 21 Menit Paling Bermakna dalam Hari-hari Pemimpin Sejati.
»»  READ MORE...

Sabtu, 07 Januari 2012

Program Studi

1. S1 Konseling Ilmu Teologi
Penekanan pada kompetensi bidang teologi Alkitabiah, Pastoral, Misi dan Kepemimpinan Gereja.

2. S1 Pendidikan Agama Kristen
Penekanan pada kompetensi bidang Pendidikan Agama Kristen untuk sekolah-sekolah umum dan bidang-bidang pembinaan agama Kristen.
»»  READ MORE...